TUNDUK DITINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN SEBAB DIAM ADALAH PENGKHIANATAN
Photobucket   Photobucket   Photobucket

24 Oktober 2011

PEMIMPIN BUKANLAH PENGUASA

Ada tiga hal yang berperan sangat penting dalam menentukan arah dan corak peradaban suatu bangsa, yaitu pemimpin, buku dan lembaga pendidikan.  Kepemimpinan yang kuat tidak boleh terlepas dari aqidah karena aqidah adalah kekuatan, juga tidak boleh keluar dari syariat, karena syariat adalah kebenaran. Maka kepemimpinan yang kuat dan benar adalah kepemimpinan yang didasarkan pada aqidah dan syariah, itulah kepemimpinan yang bernilai sebagai ibadah.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan seorang pemimpin, baik di level bawah (keluarga) atau level atas ( Negara ). Pemimpin mempunyai kedudukan yang sangat penting karenanya siapa saja yang mejadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kedudukanya sebagai pemimpin.
Ketika seseorang di angkat atau di tunjuk untuk memimpin, maka ia mengemban amanah yang besar dan harus mampu mempertanggung jawabkan tidak hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah Swt. Oleh karena itu, jabatan dalam semua level bukanlah sesuatu yang istimewa sehingga ia merasa harus di istemawakan dan akan marah bila orang lain tidak mengistimewakanya.
Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan. Tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukan pengorbanan apalagi ketika masyarakat yang dipimpin berada dalam kondisi sulit dan sangat sulit. Karena itu terasa aneh bila pejabat untuk sekedar membeli seragam meghabiskan anggaran milyaran rupiah. Padahal ia sudah mampu membeli pakaian dengan harga yang mahal sekalipun dengan uangnya sendiri sebelum ia menjadi pemimpin atau pejabat.
Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin sebelumnya.oleh karena itu pemimpin hendaknya memiliki wawasan yang luas serta visi dan misi untuk pelayanan orang-orang yang dipimpinnya, guna meningkatkan kesejahteraan hidup, ini berarti tidak ada sedikitpun untuk membohongi rakyatnya apalagi menjual rakyat, berbicara atas nama rakyat padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga atau golonganya. Bila ada pemimpin seperti ini adalah pengkhianatan yang paling besar.
Misi dan Visi seorang pemimpin harus benar-benar jelas dan mempunyai kesungguhan hati untuk menjalankan Visi dan Misi tersebut. Visi dan Misi Pemimpin minimal mencakup Hal-hal sebagai berikut; VISI ( aqidah, tauhid ) kemudian di tindaklanjuti dengan MISI hidup (beribadah dan berkhilafah) visi dan misi seorang pemimpin yang sedemikian akan menghasilkan NILAI DIRI. Nilai diri kemudian akan menjadi daya tarik bagi KOMUNITAS public (masa) untuk datang berkerumun di sekelilingnya ( komunitas yang loyal karena cinta). Pada tahapan selanjutnya, komunitas secara otomatis akan menghasilkan FASILITAS. Dan akhirnya fasilitas harus dijadikan asset yang bernilai produktif baik secara individu dan social. Serta mampu mensyukuri dari hasil yang didapat. Jika proses ini terus digulirkan bola salju kemaslahatan umat pun akan terbentuk dengan active-income ( selalu datang ) dan terus mengalir.
Ibarat kata,pemimpin adalah sumur sedang pengikutnya adalah timbanya. Sumur didatangi oleh timba bukan timba yang didatangi oleh sumur. Kian dalam suatu sumur, kian banyak dan bagus pula airnya, hingga memungkinkan ‘para’ timba berdatangan dalam jumlah semakin banyak pula. Kian tinggi nilai seorang pemimpin akan kian banyak pula pengikutnya, kian ihklas jiwa seorang pemimpin, akan kian loyal pula orang-orang yang berada disekelilingnya, jika sudah demikian soal rejeki baginya bukanlah persoalan. Rezeki hanyalah akibat dari nilai diri, kebesaran dan keikhlasan jiwanya.
Lantas bagaimana dengan pemimpin-pemimpin di negeri ini? apakah sudah memenuhi kriteria seperti yang telah dituliskan diatas. pastinya dari jawaban yang keluar sangat fariatif. Karena bukan mejadi rahasia umum lagi bahwa untuk menduduki jabatan sebagai seorang pemimpin diperlukan biaya yang sangat banyak. dengan kata lain, jika pada waktu pemilihan menerima amplop tebal bisa dipastikan akan memberi jawaban “pilihanya sudah tepat”. akan tetapi jawaban berbeda juga akan keluar dari mereka yang hanya menerima amplop tipis, atau bagi mereka yang kalah dalam perebutan kursi jabatan. 
Kita menyadari betapa penting kedudukan pemimpin bagi suatu masyarakat, karenanya jangan sampai hanya dengan lembaran ribuan kita salah memilih pemimpin. Baik dalam tingkatan yang paling rendah seperti kepala rumah tangga, ketua RT, Lurah, Camat apalagi sampai tingkat tinggi seperti anggota Parlemen, Bupati, atau Walikota, Gubernur, Menteri dan Presiden. Karena itu orang-orang yang sudah terbukti tidak mampu memimpin, menyalahgunakan kepemimpinanya untuk misi yang tidak benar dan orang-orang yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan kearah kebaikan, tidak layak untuk kita percayakan menjadi pemimpin 

23 Oktober 2011

AKAL DAN WAHYU SERTA FUNGSI


I.    PENDAHULUAN

         Agama Islam adalah menghormati akal. Karena tidak akan tercapai ilmu kalau tidak ada akal. Sebab itu adalah Islam agama ilmu dan akal.
         Sebelum Islam mengajak pemeluknya mencapai segala keperluan yang berhubungan dengan dunia, lebih dahulu diajak supaya mempergunakan segenap daya upaya bagi membersihkan akal; dalam faham, jitu fikiran dan jauh pandangan. Diketahui laba rugi suatu pekerjaan sebelum masuk kepadanya, ditelungkup ditelentangkan. Berjalan menghadap surut, berkata sepatah difikirkan. Berlayar menghadang pulau, berjalan menghadang batas. Kaki teracung inai obatnya, mulut terlanjur emas dendanya. Sehingga pekerjaan yang dikerjakan membuahkan kebenaran, keadilan ,berfaedah dan timbul dari rasa wajib. Disuruh mereka menyelidiki suatu dari segi mudaratnya sebelum manfa’atnya,didahulukan menolak kerusakan sebelum mengharap maslahat. Disuruh menyelidiki dan menilik alam dengan penuh pengalaman

II. RUMUSAN MASALAH

         Begitu juga dalam ajaran agama, ada dua jalan untuk memperoleh pengetahuan, yaitu dengan jalan akal dan dengan jalan wahyu. Untuk memahami kadua masalah itu, harus terlebih dahulu diketahui pengertian keduanya. Maka dalam makalah Materi  Pendidikan Agama Islam ini penyusun mencoba menjabarkan tentang akal dan wahyu serta fungsinya. Walaupun kami sadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini sehingga kami  belum bisa mengcover semuanya untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam bab selanjutnya.
Namun demikian dengan adanya kekurangan yang ada pada pembahasan ini penyusun berharap kepada pembaca untuk dapat memberikan saran maupun kritiknya yang membangun, demi menambah wawasan dan pengetahuan bagi pribadi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
III. PEMBAHASAN
AKAL DAN WAHYU SERTA  FUNGSINYA
         Dalam pandangan para filosuf Islam. Akal merupakan daya berfikir yang terdapat dalam diri manusia. Pengertianya sama dengan nous yang ada dalam filsafat Yunani. Bahkan, dalam Ayat-ayat Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa akal merupakan daya pikir yang berpusat di kepala; malahan sama dengan kalbu yang berpuat didada. Pengertian akal seperti ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan kaum teolog, sebagaimana yang dikemukakan Mu’tazilah. Ada juga yang menambahkan bahwa akal merupakan daya untuk memperoleh pengetahuan, daya yang membuat manusia mampu membedakan suatu benda dari benda lainnya.
            Adapun wahyu, secara etimologis mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Wahyu juga mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan terjadi dengan cepat. Kata wahyu lebih popular dikenal dalam pengertian apa yang di wahyukan Allah kepada Nabi pilihan-Nya untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup. Dalam Islam wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad terkumpul dalam Al-Qur’an.
         Akal, sebagai daya piker yang ada didalam diri manusia,berusaha keras untuk sampai kepada Tuhan. Sedangklan wahyu sebagai pengkabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban – kewajiban manusia terhadap-Nya. Persoalanya sekarang, sampai sampai dimanakah kemampuan akal manusia dapat mengetahui tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia? Sampai dimanakah fungsi wahyu dalam kedua hal ini?
Persoalan kemampuan akal dan fungsi wahyu ini dihubugkan dengan dua masalah pokok diatas, masing-masing bercabang dua, Pertama: masalah mengetahui; Tuhan, melahirkan dua masalah, yaitu mengetahiu Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan .Kedua; masalah baik dan jahat, melahirkan dua masalah , yaitu mengetahui baik dan jahat dan kewajiban mengetahui baik dan jahat.
Dari empat masalah itu, terjadi polemik di kalangan aliran kalam: Manakah dari keempat masalah tersebut yang diperoleh melalui wahyu?
Menurut Mu’tazillah, sebagaimana dikemukakan para tokohnya, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal, kewajiban–kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam. Dengan demikian, berterima kasih kepada Tuhan sebelum turun wahyu adalah wajib. Baik dan jahat diketahui oleh akal , demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk wajib pula.
Dalam hal ini Abu Al-Hudzail menegaskan bahwa sebelum turun wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan; dan jika tidak berterima kasih kepadan-Nya, ia akan mendapat siksa .Baik dan jahat, menurutnya, juga dapat diketahui akal; pula orang wajib mengerjakan yang baik, misalnya bersifat adil; dan wajib menjauhi yang buruk ,seperti berdusta dan berbuat zalim.
Menurut Al-Syahrastani, kaum Mu’tazilah sependapat bahwa kewajiban mengetahui tuhan dan berterima kasih kepada-Nya, kewajiban mengerjakan yang baik  dan menjauhi yang buruk dapat diketahui akal .sebelum mengetahui bahwa sesuatu itu wajib, tentu orang harus terlebih dahulu mengerjakan hakekat hal itu .tegasnya, sebelum mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dan berkewajiban berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk, orang harus terlebih dahulu mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Sebelum mengetahui hal itu, orang tentu tidak dapat menentukan sikap terhadapnya.
Mnurut Mu’tazilah ,jika keempat masalah itu dapat diketahui dengan akal, maka apa fungsi wahyu bagi keempat masalah itu? Menurut Abu Hasyim, untuk mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya wahyu tidak mempunyai fungsi apa-apa; untuk mengetahui cara beribadah kepada tuhan wahyu diperlukan.”Akal” lanjutnya, “betul dapat mengetaahui kewajiban berterima kasih kepada tuhan, tetapi wahyulah yang menerangkan kepada manusia cara yang tepat mengabdi kepada Tuhan.”
Mengenai baik dan buruk, Abdul Jabbar  mengatakan bahwa akal tidak dapat  mengetahui semua yang baik. Akal hanya mengetahui kewajiban-kewajiban dalam garis besarnya saja. Akal tidak sanggup mengetahui perincianya, baik mengenai hidup manusia di akhirat nanti maupun mengenai hidup di dunia. Jadi menurut mu’tazilah, tidak semua yang buruk dapat diketahui akal. Untuk mengetahui hal itu diperlukan wahyu. Singkatnya, wahyu menyempurnakan pengetahuan tentang baik  dan buruk.
 Selanjutnya, wahyu bagi mu’tazilah, berfungsi memberi penjelasan tentang perincian pahala dan siksa di akhirat. Abd Al-Jabbar mengatakan, akal tidak dapat mengetahui bahwa pahala untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari upah yang ditentukan untuk suatu perbuataan baik yang lain. Demikaian pula akal tidak mengetahui bahwa siksa bagi suatu perbuatan buruk lebih besar dari pada siksa untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua ini hanya dapat diketahui melalui wahyu. Menurut Al-Jubbai, wahyulah yang menjelaskan perincian pahala dan siksa yang akan diperoleh manusia di akhirat. Al-Khayat menambahkan, “ Fungsi wahyu ( dikirim melalui para Rosul ) berfungsi untuk menguji manusia apakah ia patuh kepada tuhanya atau  menentang kepada-Nya.
Jadi, menurut mu’tazilah, wahyu berfungsi sebagai konfirmasi dan informasi. Maksudnya wahyu memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal  dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dengan demikian, wahyu menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh akal.
Menurut Asy’ariah, sebagaimana dikatakan Al-Asy’ari sendiri,segala kewajiban hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengatahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjahui yang buruk itu wajib bagi manusia. Menurutnya, memang betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan, dan berterima kasihlah kepada-Nya. Dengan wahyu pulalah, dapat diketahui bahwa yang patuh kepada tuhan akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh akan mendapat siksa, dengan demikian, akal, menurut Al-Asy’ari, dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia dan karena itulah, diperlukan wahyu.
Menurut Al-Asahrastani, (berpaham Asy’ariah) kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan wahyu dan pengetahuan diperoleh dengan akal. Akal tidak dapat menentukan bahwa megferjakan baik dan menjahui keburukan itu wajib, karena akal tidak membuat sesuatu menjadi wajib, tetapi wahyulah yang menentukanya. Ia juga sependapat dengan Al-Asy’ari tetang mengetahui Tuhan dan kewajiban manusia berterima kasih kepada-Nya. Mengenai soal baik dan buruk (jahat) karena yang dimaksud baik adalah perbuatan yang mendatangkan pujian syariat bagi pelakunya. Dan yang dimaksud jahat adalah perbuatan yang membawa celaan syariat bagi pelakunya. Karena pujian dan celaan syariat hanya dapat diketahui melalui wahyu, maka baik dan buruk tidak dapat diketahui akal.karena itu pula, kewajiban berbuat baik dan kewajiban menjahui keburukan dapat diketahui manusia hanya melalui wahyu.
Al- Baghdadi (pemuka Asy’ariah) juga berpendapat sama dengan Al-Asy’ari. Menurutnya, jika sebelum wahyu turun seseorang dapat mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya, kemudian percaya kepada-Nya, maka orang seperti itu adalah mukmin; ia tidak berhak mendapat upah dari Tuhan. Jika orang itu dimasukkan ke Surga, itu atas kemurahan Tuhan. Sebaliknya jika sebelum turun wahyu seseorang tidak percaya kepada Tuhan, maka ia kafir dan ateis, tetapi tidak mesti mendapat siksa.sekiranya Tuhan memasukkannya ke neraka untuk selama-selamanya, itu bukan merupakan siksa.
Al-Ghozali juga berpendapat sama seperti tokoh-tokoh Asy’ariah lainya, bahwa akal tidak dapat membawa kewajiban–kewajiban bagi manusia. Kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjahui yang buruk dapat diketahui melalui wahyu. Paham ini, bagi Al-Ghozali, erat kaitanya dengan definisi baik dan buruk. Menurut Al-Ghozali, kata wajib merupakan sifat bagi perbuatan, dan suatu perbuatan sebenarnya bersifat wajib; jika tidak dilakukan akan menimbulkan kemudaratan bagi manusia. Hal ini hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Menurut Abu Uzbah, Al-Muturidi berpendapat bahwa anak yang telah berakal berkewajiban mengetahui Tuhan. kematangan akallah, menurutnya yang menentukan kewajiban-kewajiban mengetahui Tuhan bagi anak, bukan tercapainya usia dewasa oleh anak. ia juga beranggapan bahwa akal manusia dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan,karena Dia pemberi nikmat yang besar. Dalam pandangan Al-Muturidi, selain mampu mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahui-Nya dan berterima kasih kepada-Nya, juga mampu mengetahui baik dan buruk.
Menurut Abduh, Maturidiah dan Mu’tazilah sependapat bahwa perintah dan larangan erat kaitanya dengan sifat dasar suatu perbuatan, dengan kata lain, pahala dan siksa bergantung pada sifat yang terdapat dalam perbuatan itu sendiri. Kata Al-Muturidi akal mengetahui sifat baik yang ada dalam perbuatan baik dan sifat buruk yang ada dalam perbuatan buruk.



IV. KESIMPULAN
         Akal dalam filsafat Yunani sama dengan nous yang artinya daya berfikir yang terdapat dalam diri manusia. Ada juga yang menambahkan bahwa akal merupakan daya untuk memperoleh pengetahuan, daya yang membuat manusia mampu membedakan suatu benda dari benda lainnya. Adapun wahyu, secara etimologis mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Wahyu juga mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan terjadi dengan cepat. wahyu lebih popular dikenal dalam pengertian apa yang di wahyukan Allah kepada Nabi pilihan-Nya untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup.
Menurut Mu’tazillah, sebagaimana dikemukakan para tokohnya, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal, kewajiban–kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.
Abu Al-Hudzail menegaskan bahwa sebelum turun wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan; dan jika tidak berterima kasih kepadan-Nya, ia akan mendapat siksa .Baik dan jahat, Abdul Jabbar  mengatakan bahwa akal tidak dapat  mengetahui semua yang baik. Akal hanya mengetahui kewajiban-kewajiban dalam garis besarnya saja. Akal tidak sanggup mengetahui perincianya, baik mengenai hidup manusia di akhirat nanti maupun mengenai hidup di dunia.

V. PENUTUP

Demikian makalah ini kami buat semoga bisa bermanfaat bagi penyusun secara pribadi serta bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. kami sadari bahwa kami masih jauh dari kata kesempurnaan sehingga dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan, sekali lagi kritikan ataupun masukan dari para pembaca yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi perbaikan semuanya






















DAFTAR PUSTAKA :
1. Drs. Supiana,M.Ag. dan M. Karman. M.Ag Materi Pedidikan Agama Islam

16 Oktober 2011

MANAJEMEN AKSI (DEMONSTRASI)

Oleh ; anwar sanusi, S.PdI
Disampaikan dalam acara pengkaderan BEM STAIMUS
I.         PENDAHULUAN
         “Mahasiswa adalah aset umat. Ia bersifat elitis dan eksklusif. Jumlahnya hanya 2 % dari penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa. Mahasiswa aktivis lebih elitis lagi, mungkin hanya ada 1 mahasiswa aktivis di antara 10 mahasiswa. Namun, agenda yang mereka perjuangkan sangat populis, dan realistis. Mahasiswa-lah yang bisa membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswa-lah yang bisa mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.Jadi, pahami dirimu dan sekitarmu, dan mari kita bergerak lagi ! Reformasi belum usai !”
                     Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya.
               Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan BBM, harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu merupakan hasil side effect dari aktivitas politik, semisal disahkannya suatu UU. UU Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial politik, maka sebagai gerakan ekstra parlementer mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan kebenaran dan rakyat.
              Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga demonstrasi (aksi). Demonstrasi adalah cara paling efektif dalam menyuarakan kebenaran, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang antidemokratis dan tiran. Dalam makalah ini, akan dibahas sekelumit tentang manjamen demonstrasi atau aksi, yang selanjutnya akan disebut dengan MoA (Management of Action). Pengetahuan akan MoA ini menjadi penting agar niatan yang benar itu dapat mencapai hasil optimal karena dilakukan dengan cara yang benar pula.
II.      MANAJEMEN AKSI
               Pengertian Aksi (demontrasi) adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa terntentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan sesuatu.
               Latar Belakang dan Tujuan Aksi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam trias politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi. Aksi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto.
              Landasan Hukum Aksi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh UU positif. Selain Declaration of Human Right (freedom of speech), hak aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya UU No. 9/1998 tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. UU ini mengharuskan panitia aksi harus memberikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 hari menjelang hari H. Ketentuan lainnya adalah, didalam surat pemberitahuan itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yangh dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertntu dan tempat-tempat tertentu. Dalam pandangan aktivis, UU ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengibiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Dan pada perkembangannya, UU inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa via aparat kepolisian untuk mematikan suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.
              Kode EtikUntuk menjaga konsistensi gerakan, beberapa elemen gerakan mahasiswa memiliki kode etik aksi. Kode etik ini pula yang menjadi faktor pembeda aksi yang satu dengan aksi yang lainnya. Di KAMMI misalnya, kode etiknya adalah memulai dan menutup aksi dengan doa, tidak membaurkan peserta aksi putra dengan putri, dan tidak mencemooh seseorang dari cacat fisiknya. Faktor pembeda lainnya adalah lirik lagu-lagu perjuangan dan kata-kata pekik teriakan.
III.   MEKANISME LAHIRNYA KEPUTUSAN AKSIK
              Keputusan aksi sebaiknya didiskusikan secara matang analisis SWOT-nya. Organisasi intra kampus mempunyai mekanisme yang berbeda namun hampir sama dengan mahasiswa ekstra. Di ekstra jalur pengambilan keputusan lebih pendek sehingga keputusan aksi dapat lebih cepat dieksekusi. Secara garis besar mekanisme lahirnya keputusan aksi adalah sbb :
1.    Diskusi awal (Tim/Dept. Khusus : bidang Sospol), dteruskan ke :
2.    Diskusi Lanjutan (pelibatan kader, (unsur UKM), menghadirkan pakar, penerbitan Pers Release), lalu
3.    Pembentukan Tim Teknis Aksi
4.    Aksi di lapangan
IV.   MERANCANG AKSI
              Dalam merancang aksi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : planning aksi, perangkat aksi, pelaksanaan, dan kegiatan paska-aksi. Planning AksiDalam tahap perencanaan aksi, hal urgen yang perlu diperhatikan adalah :
  1. Tema / Grand Issue.
Pilihlah tema atau isu yang sedang hangat menjadi bahan pembicaraan (up to date) atau relevan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Kemudian fokuskan, agar informasi atau opini yang hendak dibangun tidak bias.
  1. Target
Susun target. Baik target teknis seperti pencapaian jumlah massa dan blow up media, dan target esensi seperti isu tuntutan aksi. Begitu juga target siapa yang pihak yang hendak dituju.
  1. Skenario.
Seperti halnya film, aksi butuh skenario, yang menjadi acuan bergeraknya aksi. Skenario ini mencakup rute, tokoh orator, happening art, dan acara lainnya. Sebaiknya skenario disiapkan lebih dari satu. Jika ada sesuatu hal di lapangan tak memungkinkan berjalannya sebuah skenario, dapat diganti dengan skenario lain (plan B). Dalam aksi yang mengandalkan massa, strategi penggalangan massa menjadi penting, demikian juga dengan cara mengendalikan massa jika massa berjumlah besar.
  1. Pemberitahuan
Pemberitahuan tergantung pada kebutuhan. Jika kita memutuskan untuk menulis pemberitahuan, maka lakukan sesuai dengan UU No. 9/1998. Begitu juga dengan pemberitahuan kepada media massa (release awal) agar kelak mereka dapat meliput kita. media interest Aksi yang ‘menarik’ akan disukai oleh media. Karena itu perlu diperhatikan sebuah momen yang khusus didesain untuk konsumsi jurnalis foto, selain press release untuk jurnalis berita.
  1. Format
Format atau bentuk aksi adalah pilihan dari banyak bentuk aksi. Pilihannya ada dua, format kekerasan atau nirkekerasan. Sebagai ‘penjaga gawang’ gerakan moral, maka seyogyanya aksi mahasiswa bersifat nirkekerasan. Aksi nirkekerasan ini sangat bervariatif sekali. Dimulai dari aksi diam (bisu), orasi, happening art, aksi topeng, mogok makan, hingga ke blokade, pengepungan, dan boikot.
V.      PERANGKAT AKSI
Perangkat Aksi Perangkat aksi adalah person-person yang terlibat dalam suksesnya sebuah aksi. Mereka diantaranya adalah :
  1. Korlap
Koordinator Lapangan adalah pemegang komando ketika aksi sedang berjalan. Peserta aksi harus mentaati setiap arahan dari korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Korlap juga yang bertugas menjaga stamina massa agar tidak loyo dan tetap konsentrasi ke aksi. Korlap bukanlah amanah instant. Ia diperoleh dari proses jangka panjang. Korlap adalah orang paling mengerti tentang isu yang sedang diperjuangkan, sehingga wawasan pengetahuannya dapat dikatakan lebih banyak dari yang lainnya. Korlap dapat juga berorasi.
  1. Orator
Terkadang diperlukan orator khusus selain korlap, khususnya pada aksi aliansi atau aksi yang melibatkan tokoh. Para orator ini menyampaikan orasi berdasarkan isu yang telah disepakati bersama. Bobot suatu orasi ditentukan oleh susunan kalimat, data up to date, dan kualitas pernyataan sikap. - AgitatorAgitator adalah pembangkit semangat massa dengan pekik teriakan disela-sela orasi korlap dan orator. Ia juga membantu korlap untuk menjaga stamina massa dengan memimpin lagu dan yel-yel.
  1. Negosiator
Negoisator Terkadang diperlukan person yang khusus bertugas untuk melakukan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan kepada aparat polisi atau pihak-pihak yang ingin dituju jika aksi di-setting audiensi.
  1. Humas
Tim Humas adalah salah satu elemen penting aksi. Tim humas bertanggung jawab dalam menjembatani aksi kepada para jurnalis. Mereka membuat pers release. Bobot Pers Release itu dibuat berdasarkan nilai-nilai jurnalistik. Disebut sukses jika media bisa memuat tuntutan atau opini yang hendak digulirkan oleh aksi.
  1. Security/border
Tim ini bertugas menjaga keamanan peserta aksi. Mereka juga wajib untuk mengidentifikasi para penyusup atau aparat yang hendak memprovokasi agar aksi berakhir chaos. Tim ini memiliki bahasa tersendiri yang hanya diketahui oleh sedikit orang dari peserta aksi.
  1. Dokumenter
Tim ini memback-up tim humas. Tetapi inti tugasnya adalah mendokumentasi aksi dari awal hingga akhir serta membuat kronologis aksi. Dokumentasi ini dengan kamera, handycam ataupun notes. Data ini akan digunakan sebagai bukti otentik jika aksi mengalami kekerasan dari aparat atau massa lain.
  1. Medik
Tugas ini memang spesifik bagi mereka yang menguasai ilmu medis. Umumnya adalah mahasiswa kedokteran atau mereka yang pernah terlibat dalam aktivitas kepalangmerahan atau bulan sabit merah. Tim ini memberikan pertolongan pertama kepada peserta aski yang mengalami cidera.- LogistikDalam aksi yang disetting lama dan melelahkan. Tim logistik bertugas untuk menyediakan sarana untuk membugarkan peserta aksi seperti air minum, snack dan sound system. Terkadang, mereka juga membuat dan mendesain kertas tuntutan atau karikatur.
  1. Tim kreatif
Tim ini memiliki kewenangan untuk mendesain sebuah atraksi seni atau instalasi sesuai amanat hasil musyawarah. Pelaksanaan dan Pasca Aksi Saat massa telah terkumpul di tempat yang telah ditentukan, maka korlap sebaiknya tidak langsung memberangkatkan peserta aksi sebelum ada taujih (nasehat) dan doa. Selain itu perlu juga adanya pemanasan (warming up) dengan cara melatih yel-yel atau orasi untuk pencerdasan peserta aksi. Warming-up ini bertujuan untuk mensolidasi peserta aksi. Setelah kompak, solid, dan cerdas barulah aksi dimulai.Saat aksi, peserta wajib menghormati komnado korlap dan turut menjaga keamanan aksi hingga aksi usai. Jika aksi disetting serius atau aksi bisu maka peserta harus menjauhkan dari kegiatan senda gurau dan ketidakseriusan. Seusai aksi, maka peserta menutupnya dengan doa. Evaluasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas aksi berikutnya. Tim humas juga memonitoring media untuk memantau keberhasilan blow-up media dan tingkat ke-bias-an tuntutan.
VI.   TIPS DAN TRIKS
  1. Angle foto
Foto dapat berbicara lebih banyak dari kata-kata. Maka desain aksi yang menyediakan angle foto yang baik akan membuat aksi lebih mudah ter-blow up. Misalnya: aksi LSM Pro Fauna yang membuat balon kura-kura raksasa dalam menentang eksploitasi kura-kura sebagai komoditas.
  1. Kalimat poster
Kalimat poster biasanya juga menjadi incaran fotografer. Pilihlah kalimat yang cerdas namun tetap mencerminkan akhlak seorang mahasiswa. Unik dan kreatif adalah kuncinya. Misal : IMF = International Monster Fund.
  1. Uniform
Keseragaman pakaian peserta aksi juga dapat menarik perhatian. Pakaian putih-putih, hitam-hitam atau mengenakan pakaian seperti orang utan untuk aksi mendukung keberlangsungan orang utan.
  1. Propaganda
Propaganda dibuat untuk mencerdaskan masyarakat di sekitar aksi agar mereka mendukung aksi. Jika aksi dipusat keramaian, maka selebaran propaganda dapat menjadi bacaan yang mengusik perhatian.
  1. Pers release
Selain data 5W+1H, pers release juga disusun dengan kalimat baik dan sudah sesuai dengan bahasa koran, sehingga redaktur tidak banyak mengedit. Adanya tambahan data dan angka dapat menambah bobot release.
  1. Yel/lagu
Ciptakanlah yel-yel yang khas dan mudah diingat. Lagu bisa diperoleh dengan mengubah lirik dari lagu yang populis. Yel dan Lagu akan memelihara stamina massa.
  1. Symbolized
Simbolisasi perlu dilakukan untuk mencuri perhatian media jika massa aksi tidak terlalu banyak. Misalnya : aksi membawa tikus ke kantor DPRD untuk menyindir anggota dewan yang tak ubahnya seperti tikus-tikus pengerat.
  1. Aliansi
Aliansi taktis Untuk memperkuat posisi tawar, aliansi kadang diperlukan. Aliansi didasarkan pada pertimbangan kesamaan ideologi, atau kesamaan isu , atau kesamaan metode. Jika aliansi ini adalah dari universitas, maka bendera masing-masing universitas wajib untuk ditonjolkan.
  1. Menghadapi wartawan.
Jika jurnalis TV mewawancarai peserta aksi, sebaiknya peserta tersebut mengarahkannya kepada tim humas atau korlapnya agar jurnalis itu dpat mewawancarai person yang lebih valid dalam memberikan keterangan. Ketika di wawancara, demonstran yang efektif merancang pesannya supaya bisa disampaikan secara utuh dalam tempo 10 hingga 15 detik. Setelah pesan disampaikan secara singkat, padat, dan utuh - baru kemudian dilakukan elaborasi. Ini menjaga agar pesan utama secara utuh tetap bisa tersiar walaupun mungkin elaborasinya terpotong. Hal ini disebabkan karena spot berita TV sangat singkat, berbeda dengan media cetak yang dapat memuat banyak.
Berhadapan dengan wartawan, jauhilah sikap arogan, tampakkanlah sikap ramah dan bersahabat. Sikap arogan membuat wartawan menjaga jarak, bahkan pada titik puncaknya wadah asosiasi mereka akan memboikot setiap kegiatan aksi kita.
Beberapa pertanyaan dari wartawan yang bisa diantisipasi oleh setiap peserta aksi adalah:- Mengapa anda berada disini?
- Apa yang ingin anda capai?
- Apakah demonstrasi ini sungguh-sungguh merupakan solusi?
- Apa yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk masalah yang anda perjuangkan?
So, Selamat Berjuang ! Sampai Jumpa di jalanan !

15 Oktober 2011

KOMPONEN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


I.         PENDAHULUAN
Dewasa ini globalisasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai lingkungan termasuk lingkungan pendidikan. Salah satu contoh perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah Manajem Berbasis Sekolah. Pemerintah telah melakukan sosialisasi ditingkat sekolah dasar pada khususnya tentang pengaruh dan kegunaan Manajemen Berbasis Sekolah terhadap peningkatan mutu dan kualitas sekolah menuju kearah yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut seolah tidak mendapat respon yang positif dari pihak sekolah. Terbukti dengan masih banyaknya angka partisipasi pendidikan nasional yang kurang baik dan kualitas pendidikan tetap menurun. Diharapkan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sesuai dengan anjuran yang diberikan sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dapat berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan masalah pendidikan yang ada. Hal tersebut diharapkan akan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah memiliki wewenang yang besar dalam mengelola kebijakannya. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah sangatlah penting, selain peran guru, siswa, maupun peran serta masyarakat tentunya. Dalam pengeolaan sekolah diperlukan suatu kemampuan manajerial. Dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah, Nurkholis (2003: 120) menyatakan bahwa: “Sebagai manajer, kepala sekolah harus memerankan fungsi manajerial dengan melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan mengoordinasikan.”
Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah vital dalam pengelolaan sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah sekolah apabila kepala sekolah tidak memiliki kemampuan manajemen ( sebagai manajer ) maka yang terjadi adalah kesemrawutan pengelolaan, baik itu pengelolaan kurikulum, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan hubungan kemasyarakatan, serta pengelolaan layanan khusus. Akan tetapi, pengelolaan tersebut tidak semata-mata tugas dari kepala sekolah saja. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara komponen sekolah itu sendiri. Baik dari guru, siswa, orang tua siswa, maupun komite sekolah. Apabila kerjasama terjalin dengan baik, maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.

II.      PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam kaitannya dengan komponen Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu sebagai berikut:
A. Apakah pengertian dari komponen dan Manajemen Berbasis Sekolah?
B. Bagaimanakah Manajemen Kurikulum?
C. Bagaimanakah Manajemen Pembelajaran atau Pengajaran?
D. Bagaimanakah Manajemen Ketenagaan?
E. Bagaimanakah Manajemen Kesiswaan?
F. Bagaimanakah Manajemen Keuangan dan Pembiayaan?
G. Bagaimanakah Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan?
H. Bagaimanakah Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat?
I. Bagaimanakah Manajemen Layanan Khusus?
Untuk menjawab beberapa rumusan masalah di atas, berikut penjelasannya dalam Bab II.









BAB II
II. PEMBAHASAN
A.     KOMPONEN DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Komponen adalah bagian yang merupakan seutuh ( W.J.S. Poerwodaminto, 1984: ). Secara umum, komponen merupakan bagian dari sebuah sistem utuh.
Mengenai pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Nurkholis (2003: ) menyatakan bahwa:
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan sekolah berdasarkan kekhasan, kebolehan, kemampuan, dan kebutuhan sekolah,yang dilakukan secara partisipatif, transparan, akuntabel, berwawasan kedepan, tegas dalam penegakan hukum, adil, prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholder, pasti dalam jaminan mutu, professional, efisien dan efektif dalam rangka peningkatan mutu.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009: ) menyatakan bahwa: “MBS adalah salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik.”
Tidak terlalu berbeda dengan pendapat di atas, Rohiat (2008: ) juga menyatakan bahwa:
MBS adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi, memberikan fleksibilitas atau keluwesan pada sekolah, mendorong partisipasi sekolah secara langsung dari warga sekolah dan masyarakat dan guna meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa komponen merupakan bagian dari sebuah keutuhan. Dalam hal ini keutuhan yang dimaksud adalah MBS. Jadi komponen dalam MBS memiliki makna bagian-bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah. Bagian-bagian tersebut antara lain: Manajemen Kurikulum, Manjemen Keuangan, dan sebagainya.
B. MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum SDN 3 Tamanwinangun, 2010: 5). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal ( sekarang Kementerian Pendidikan Nasional-red ) pada tingkat pusat. Karena itu sekolah merealisasikan dan menyesuaiakan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu, sekolah juga bertugas dan berwenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Menurut Nurkholis (2003: 45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.”
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakkannya Kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar (Mulyasa, 2009: 40). Pada kurikulum tersebut muatan lokal disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai. Dalam kurikulum 1994, muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi.
Jadi intinya adalah dalam pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak berhak mengurangi isinya. Yang boleh dikembangkan adalah muatan lokal yang disesuaiakan sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah masing-masing.
C. MANAJEMEN PROGRAM PEMBELAJARAN ATAU PENGAJARAN
Sekolah diharapkan dapat mengembangkan program pengajaran serta melaksanakan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus menghubungkan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
Dalam kepentingan kepala sekolah sebagai manajer, ia harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada empat langkah yang harus dilakukan. Menurut Mulyasa (2009: 41) , empat langkah tersebut yaitu: menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang paling efektif (Nurkholis, 2003: 45). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam proses pembelajaran atau pengajaran ada baiknya bersifat terpusat pada siswa.
Mengenai pembelajaran bersifat pada siswa, Rohiat (2008: 65) menyatakan bahwa:
Yang dimaksud dengan pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena iitu, cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
Berikut beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan program pengajaran:
1. Tujuan yang hendak dicapai harus jelas;
2. Bersifat sederhana dan fleksibel;
3. Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan;
4. Bersifat menyeluruh dan harus jelas pencapainnya;
5. Ada koordinasi antarkomponen pelaksana program.
Dari beberapa prinsip di atas, apabila dapat dilaksanakan semua maka tujuan yang diharapkan akan lebih mudah tercapai. Selain itu, dalam pengelolaan sekolah harus ada pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan, program-program pembelajaran. Dengan tujuan agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan teratur.
D. MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN
Ketenagaan dalam sekolah identik dengan posisi guru sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan. Adanya pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu dengan yang lainnya akan menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, (7) penilaian pegawai.
Mengenai pengelolaan ketenagaan, Nurkholis (2003: 46) menyatakan bahwa:
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Tugas kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga kependidikan, seperti daftar riwayat pekerjaan, dan kondisi pegawai untuk membantu kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.
E. MANAJEMEN KESISWAAN
Mengenai Manajemen Kesiswaan, Mulyasa (2009: 46-47) menyatakan bahwa:
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik (siswa), mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
Tujuan dari manajemen kesiswaan yaitu untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Tanggung jawab kepala sekolah menurut Sutisna (1985) dalam Mulyasa (2009: 46) sebagai berikut:
1. Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu;
2. Penerimaan, orientasi, klarifikasi, dan penunjukkan murid kelas dan program studi;
3. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;
4. Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti : pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
5. Pengendalian dan disiplin murid;
6. Program bimbingan dan penyuluhan;
7. Program kesehatan dan keamanan;
8. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 67) menyatakan bahwa: “Yang diperlukan dalam manajemen kesiswaan adalah intensitas dan ekstensinya.”
Yang perlu diperhatikan dalam manajemen kesiswaan adalah bahwa sekolah tidak hanya mengembangkan pengetahuan anak saja, akan tetapi juga harus mengembangkan sikap kepribadian, aspek sosial emosional, disamping keterampilan-keterampilan yang lain. Sehingga akan tercipta peserta didik yang cerdas intelejen, emosional, maupun spiritualnya.
F. MANAJEMEN KEUANGAN
Keuangan merupakan salah satu sumber dari sekolah yang secara langsung menunjang kelangsungan dari sekolah tersebut dalam efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam MB, hal tersebut akan jauh lebih terasa, karena menuntut sekolah untuk merencanakan, mengelola, mengevaluasi, serta mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan secara transparan.
Sekolah diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung pada pemerintah (Nurkholis, 2003: 46). Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah (Rohiat, 2009: 66)
Mulyasa (2009: 48) menyatakan bahwa: “Sumber keuangan dan pembiayan sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) pemerintah, (2) orang tua atau peserta didik, (3) masyarakat.”
Dalam pengelolaan keuangan di sekolah, diperlukan rasa tanggungjawab yang besar dari semua komponen sekolah agar penggunaannya dapat maksimal dan sesuai sasaran. Dengan penggunaan yang tepat, maka semua kebutuhan sekolah dalam hal peningkatan pembelajaran, baik teknis ataupun non-teknis akan tercukupi sehingga sekolah dapat berjalan dengan lancar, teratur dan bertanggungjawab.
G. MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA ( FASILITAS )
Mengenai sarana dan prasarana pendidikan, Mulyasa (2009: 49) menyatakan bahwa:
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manejemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 66) sepakat bahwa pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan hingga pengembannya.
Melihat alasan dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa dalam MBS, sekolah yang benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan fasilitas untuk pengembangan sekolahnya masing-masing.
H. MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
1) Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak;
2) Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat;
3) Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Gambaran dan kondisi sekolah dapat diinformasikan ke masyarakat melalui laporan kepada orang tua siswa, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah siswa (home visit), penjelasan oleh staf sekolah, siswa itu sendiri, radio serta laporan tahunan.
Esensi dari hubungan ini adalah meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah didesentralisasikan {Nurkholis (2003: 46-47) dan Rohiat (2008: 67)}
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa kelangsungan sebuah sekolah tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Maka, seyogyanya jalinan atau hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat harus dijunjung tingggi. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, pun demikian dengan masyarakat yang harus merasa memiliki sekolah. Keduanya saling membutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan Indonesia.
I. MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS
Menurut Mulyasa (2009: 52) manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.
1) Manajemen perpustakaan
Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang perkembangan peserta didik dalam hal perkembangan pengetahuan . Disamping itu juga memungkinkan bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan metode bervariasi, misalnya belajar individual.
2) Manajemen Kesehatan
Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga harus meningkatkan jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS ( Usaha Kesehatan Sekolah ) dan pendirian tempat ibadah.
3) Manajemen Keamanan
Dengan tujuan memberikan rasa tenang dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan mengajar bagi komponen sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa komponen MBS yang telah diuraikan di atas, sebenarnya ada benang merah dari pelaksanaan MBS, yaitu bahwa sekolah mempunyai kewenangan dalam mengelola sekolahnya. Alasan yang menguatkan hal tersebut karena sekolah dianggap lebih memahami dan mengetahui kondisi yang ada di sekolah, baik mengenai program pembelajaran, ketenagaan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan dengan masyarakat serta layanan khusus. Akan tetapi kewenangan tersebut tidak dalam arti semuanya merupakan kewenangan sekolah. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, diantaranya dalam hal kurikulum. Sekolah hanya berwenang menjabarkan kurikulum nasional dan mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan karakteristik daearahnya masing-masing.
Jadi konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana telah diuraikan di atas, esensinya adalah kewenangan yang besar pada sekolah dengan tuntutan kemampuan manajerial dari kepala sekolah dengan dukungan dari guru, peserta didik, masyarakat, serta pemerintah.
B. Saran
1. Komponen-komponen MBS seperti diuraikan di atas akan berjalan dengan baik apabila kemampuan manajerial kepala sekolah baik dengan didukung oleh semua komponen sekolah yang ada;
2. Sebaiknya semua komponen dalam sekolah memahami tugas dan kewajibannya masing-masing sehingga akan tercipta kondisi yang baik demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.







DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
>