TUNDUK DITINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN SEBAB DIAM ADALAH PENGKHIANATAN
Photobucket   Photobucket   Photobucket

11 Januari 2012

MAHASISWA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

Pencetakan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa tak lepas dari kata “ the agent of change”. Seluruh harapan ditumpah ruahkan ke pundaknya oleh masyarakat. Bagaimana kelak dia bermasyarakat dan bersaing dengan sehat, ini semua bukan lahir begitu saja ada dalam diri mereka namun butuh perjuangan. Harapan itu bukan hanya sekedar mampu membalikkan telapak tangan, tapi dia harus mampu mengubah semua musibah menjadi keberuntungan hakiki
Tahta tertinggi dalam kancah pendidikan dunia adalah mahasiswa. Dengan kematangan cara berpikirnya, membuat mereka tampil seolah–olah mereka sudah dewasa. Dunia mereka kini dipenuhi dengan tantangan jaman untuk bertahan hidup, menemukan solusi–solusi disetiap rintangan. Bukan hanya kecerdasan karena tingginya kapasitas otak mereka, melainkan juga ketrampilan dan kreatifitas. Hukum alam sangat berkuasa dalam permainan kehidupan mereka. Karena alam memberikan keadilan yang hakiki, siapa yang tak mampu bertahan kelak akan tertelan. Begitu kompleks seperti pelangi, dan begitu rumit untuk diuraikan. Kekuatan yang dimilikinya bukan hanya sembarang kekuatan, karena alam adalah hakimnya
Seiring berkembangnya jaman, pujian–pujian itu serasa lenyap tak berbekas. Mungkin juga karena termakan hukum alam. Karena generasi mahasiswa kini tak ada kemampuan untuk menaklukkan tantangan yang ada. Bukan omong kosong lagi, jika banyak mahasiswa berkeliaran tidak jelas dan untuk hal yang tidak jelas pula. Merasa telah berhasil mencapai tahta tertinggi, euforia yang berlebihan. Atau mungkin karena kini bukan jamannya lagi keringat untuk makan?? Karena jaman sekarang, asalkan ”cukup uang apapun aman”. Cara berpikir picik inilah yang mengukung mereka. Sebuah paradigma yang entah siapa creaternya mencetak generasi mahasiswa kini menjadi bayi–bayi manja. Prinsip ”cukup uang hidup aman” mengantar orientasi berpikir mahasiswa untuk bercita–cita menjadi jutawan yang bodoh. Karena mereka hanya mengisi otak mereka dengan segala cara untuk mendapat uang banyak. Bukan melahirkan generasi mahasiswa yang pantang menyerah dengan keadaan tapi mahasiswa yang angkuh, angkuh karena merasa mampu namun sesungguhnya pilu. Berkoar didepan umum dengan janji akan menaklukan dunia di tangannya, tapi sudah binasa sebelum berperang. Kesombongan–kesombongan mahasiswa ini yang akan mengukir perjalanan pahit untuk bekal cerita anak cucu kelak. Mungkin, nasib bangsa kelak tidak mengijinkan anak cucu kita untuk berlindung dibawah selimut hangat ketika hujan, karena kain yang tersisa adalah karung.
Apakan ini harapan bangsa kita kelak?? Apakah anda yakin sebagai mahasiswa ”mampu mengantarkan bangsa ke depan pintu gerbang kemerdekaan”? Karena kemerdekaan bukan hanya lepas dari penjajah, melainkan dari kemiskinan dan kehancuran. Lalu, bagaimana dengan diri anda?? Ataukah anda memang termasuk dalam kelompok ”mahasiswa sombong” itu??
Mahasiswa dipercaya sebagai kekuatan sosial-politik dalam masyarakat yang amat strategis. Bisa dikatakan demikian, karena mahasiswa adalah kalangan yang terdidik (educated) dan oleh karenanya langsung maupun tidak langsung menjadikannya berkesadaran politik lebih tinggi daripada masyarakat pada umumnya. Mahasiwa pada umumnya masuk dalam kelas menengaah sebagai kelompok yang belum bekerja, belum mempunyai tanggungan keluarga, dan oleh karenanya diasumsikan mampu mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang ada di sekitarnya dengan relatif lebih baik dan independen. Pandangan seorang mahasiswa akan suatu fenomena sosial politik diasumsikan lebih jernih karena belum terdistorsi oleh berbagai kepentingan. Bertolak dari berbagai asumsi di atas, menjadi dapat dimengerti ketika ekspektasi masyarakat terhadap mahasiswa untuk berkontribusi dalam penyelesaian berbagai persoalan bangsa pula teramat besar.
Dalam menyuarakan suara dan aspirasinya mahasiswa akan lebih nothing to loose daripada seseorang yang memiliki resiko kehilangan pekerjaan dan jabatan. Inilah yang membedakan aksi mahasiswa misalnya dengan aksi buruh yang kerap kali dilingkupi ketakutan akan kehilangan pekerjaan dan atau mengalami pemecatan. Independensi mahasiswa ini menjadi keunikan tersendiri dalam diskursus mengenai gerakan sosial, sekaligus karena potensi dan keunikannya itu menjadikannya ternampak seksi sehingga begitu rawan untuk dimanfaatkan oleh berbagai kekuatan politik demi tujuan-tujuan pragmatis.
Tentu saja anggapan bahwa mahasiswa sepenuhnya dan selamanya adalah golongan yang murni independen tak sepenuhnya menemui kebenarannya. Tidak semua mahasiswa independen atau lepas dari aliran maupun kelompok politik tertentu. Sebuah organisasi mahasiswa yang menjadi organisasi sayap maupun simpatisan partai politik tertentu dipercaya akan sukar diharapkan mampu independen dan kritis terhadap kelompok politik yang menaunginya.
Fenomena organisasi maupun gerakan mahasiswa yang berada di bawah naungan organisasi sosial politik tertentu pada satu sisi adalah hal yang wajar lagi tak mengherankan. Dikatakan begitu karena dalam perspektif hak dan kebebasan asasi manusia, mahasiswa pula berhak untuk berasosiasi dan memilih pandangan politik yang diyakininya. Di sisi lain, kekuatan sosial politik yang mempunyai sayap organisasi mahasiswa juga memiliki kepentingan akan kaderisasi guna keberlangsungan organisasinya. Hanya saja patut diingat sekali lagi bahwa publik memiliki ekspektasi besar agar mahasiswa tetap mengedepankan sikap kritis dan indepenendesinya tanpa harus terbelenggu oleh ikatan-ikatan primordial yang mungkin saja melingkupinya. Sikap kritis dan independen mahasiswa ini memiliki makna penting karena mahasiswa menjadi tumpuan harapan manakala institusi-institusi resmi demokrasi seperti lembaga perwakilan telah terbelenggu oleh kepentingan politik sehingga abai akan hakekatnya membela nasib rakyat banyak.
Permasalahannya adalah kerapkali afiliasi dengan kelompok sosial-politik tertentu membuat mahasiswa dan organisasi mahasiswa turut tersandera oleh kepentingan dan sikap politik yang menaungi. Sikap politik yang dianut sebuah ormas suka tak suka akan dianut pula sebagai sikap politik organisasi mahasiswa yang berada di bawahnya. Mahasiswa menjadi kehilangan daya kritis dan kemampuan untuk melakukan pembelaan terhadap mereka yang dipinggirkan dalam proses-proses politik di tanah air. Manakala terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sebuah ormas misalnya, organisasi mahasiswa yang berada di bawah ormas tersebut tak mengambil sikap kritis akan kebijakan organisasi yang menaunginya. Pada titik inilah dependensi mahasiswa dan gerakan mahasiswa yang menyertainya menjumpai persoalan serius sekaligus mengundang skeptisme akan kemampuan mahasiswa untuk berperan memecahkan berbagai persoalan bangsa.
Permasalahan lain yang tak kalah serius adalah terkait dengan soal kepekaan untuk menangkap isu-isu sosial politik yang menjadi permasalahan besar bangsa untuk kemudian dilakukan pembelaan dan atau advokasi terhadapnya maupun dengan pressure terhadap negara dalam rangka mempengaruhi kebijakan. Berbagai peristiwa hukum dan sosial yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa mahasiswa terkesan kehilangan kepekaan akan isu-isu yang sebenarnya bersangkut paut dengan tugasnya untuk melakukan kritik terhadap jalannya kuasa. Pelarangan aktifitas keagamaan terhadap kelompok agama minoritas, aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal nampak tidak mendapat porsi perhatian yang cukup oleh mahasiswa. Padahal perkara demikian menyangkut persoaan mendasar yakni kebebasan dan hak asasi manusia. Sikap politik yang berbeda akibat afiliasi yang berbeda sebagaimana telah diuraikan sebelumnya secara langsung maupun tidak langsung pula berimbas pada kepekaan mahasiswa dalam mensikapi permasalahan konkrit di dalam masyarakat. Pada akhirnya kondisi demikian berujung pada fragmentasi gerakan mahasiswa yang menjadikannya tak lagi solid karena terpecah-pecah oleh kepentingan kelompok dan politik yang sesaat saja sifatnya.
Di luar itu, terkesan pula bahwa kini kritik mahasiswa yang disampaikan dalam berbagai aksi unjuk rasa tidak berangkat dari tradisi akademik yang menjadi basis moral utama sebuah gerakan mahasiswa. Pemahaman mendasar dengan dasar argumen yang kuat tak lagi dimiliki. Ketika melakukan protes terhadap sesuatu hal, mahasiswa tidak mempunyai dasar pemikiran akademis yang bisa dipertanggungjawabkan ataupun tawaran konsep solusi pemecahan permasalahan bisa dipakai oleh pengambil kebijakan. Argumen mahasiswa oleh karenanya mudah dipatahkan karena kerapkali apa yang dibawa turun ke jalan tidaklah melalui serangkaian kajian yang mendalam berdasarkan disiplin ilmu yang memadai.
Pada gilirannya, ketidaksolidan gerakan mahasiswa ditambah dengan degradasi dalam kemampuan melakukan analisa mendalam akan berbagai permasalahan sosial menjadikan gerakan mahasiswa terhantar pada suatu keadaan yang dikenal sebagai disorientasi. Mahasiswa kehilangan arah dalam gelombang permasalahan bangsa, kehilangan daya kritis untuk menjadi pengawal kuasa. Hal ini tentu tidak berbuah indah bagi cita cita kehidupan bernegara yang demokratis dan berkeadilan. Manakala kekuasaan penyelenggara tidak terkontrol dengan baik, maka penyimpangan kuasalah akan semakin menggurita dan unggul.
kelihatannya agak dilebih-lebihkan. namun, beban yang satu ini adalah beban sesungguhnya dari seorang mahasiswa. mahasiswa bertanggung jawab penuh pada moral bangsa.sebagai agen perubahan yang sesungguhnya, mahasiswa tidak dibenarkan untuk duduk diam bermalas-malasan di rumah atau di tempat kos. tapi mahasiswa diwajibkan untuk menyumbangkan sesuatu pada negara. mahasiswa harus berkontribusi, menciptakan dan menemukan hal baru. dan hal yang paling utama adalah, mahasiswa harus kritis. berani mengeluarkan pendapat di muka umum adalah contoh paling sederhana dalam sikap kritis.
Kritis adalah sikap yang dimiliki oleh anak kecil sekalipun. adik-adik kita yang masih dibawah umur selalu menanyakan hal-hal baru yang ditemui dan tidak dimengerti. itulah sikap dasar dari kritis, rasa ingin tau yang kuat dan tidak menerima begitu saja suatu hal yang mungkin telah dianggap lumrah. nampaknya seperti pola pikir seorang filsuf.
namun, banyak dari kita yang mengartikan sikap kritis itu sebagi sikap yang anarkis. seperti yang kita lihat di layar kaca. para pejabat saling beradu argumen dan lempar kata saring serang guna mempertahankan prinsipnya. namun sebenarnya sikap kritis itu bukan seperti itu.
“sikap kritis dapat diartikan sebagai suatu hal yang anarki apabila tidak memiliki solusi “
pada dasarnya, sikap kritis dimunculkan karena ada suatu penyimpangan. dan layaknya sebuah masalah, pastilah ada solusi. kritis itu solutif, jadi jangan hanya melemparkan argumen tanpa solusi yang konkret.
“sikap kritis bukan untuk menjatuhkan lawan, tapi untuk membangun kekompakan dan kebersamaan.”
kritis itu objektif. sebagai mahasiswa, cakrawala pengetahuan harus terbuka pada perubahan dan peka serta menilai sesuatu tidak asal-asalan, harus ada fakta konkret yang mendukung argumen dan berdasarkan pandangan objektif, bukan pandangan subjektif yang hanya menguntungkan sebagian kelompok. sikap kritis itu riil atau nyata, bukan hal fiktif yang sengaja diangkat dan dijadikan kontroversi. tidak mengada-ngada dan berorientasi pada solusi, bukan menciptakan masalah yang baru.
mahasiswa dituntut untuk provokatif proaktif. mengasah sikap kritis dapat membantu mahasiswa untuk ambil bagian dari jajak pendapat dan perubahan di sekitarnya. sikap kritis bukan bakat alami. sikap kritis lahir dari kepekaan kita pada perubahan dan bisikan hati nurani kita untuk tidak duduk diam dan hanya mengamati. mahasiswa harus ambil bagian terhadap segala bentuk upaya untuk perubahan. banyak hal yang dapat menumbuhkan sikap kritis dari seseorang. dengan memasuki dan mengikuti organisasi contohnya, mahasiswa tentunya dapat mengisi waktu luang mereka untuk hal-hal yang berguna dan untuk tetap kontributif dan berkarya.
dengan berkumpul dengan orang-orang yang sepaham dan duduk bersama membicarakan suatu masalah akan melatih kita untuk berargumen. untuk menjadi kritis tentunya Mahasiswa harus bergabung dengan lingkungan yang kritis pula. dengan membaca dan menulis tentang apapun yang mengganggu pikiran kita dan tentang segala bentuk penyimpangan yang ada dapat menumbuhkan dan menanamkan sikap kritis di hati kita.
jadi, jangan bangga dengan prestasi akademik yang selangit namun tak berkontribusi pada perubahan. ingat kembali 3 pedoman mahasiswa, pendidikan, penelitian dan pengabdian. peka lah terhadap lingkungan sekitar, TANAMKAN sikap kritis dan jadilah Mahasiswa bermental baja dan siap mengawali perubahan ke arah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
>