TUNDUK DITINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN SEBAB DIAM ADALAH PENGKHIANATAN
Photobucket   Photobucket   Photobucket

2 November 2011

PENDIDIKAN

A.    Pendidikan           
1. Pengertian pendidikan
            Dalam pengertian pendidikan ada dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogik. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogik berarti ilmu pendidikan.       
            Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala – gejala perbuatan mendidik. Pedagogic berasal dari kata yunani paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak – anak”. Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ke dan dari sekolah. Juga di rumahnya, anak – anak tersebut selalu dalam pengawasan penjagaan dari para paedagogos itu[1].

            Dari uraian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa “pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak – anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”[2].

            Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa faktor atau komponen yang terorganisir secara sistematis dan saling berhubungan satu sama lainya membentuk suatu kebulatan yang menyeluruh dan terpadu dalam mencapai tujuan tertentu.[3]

            Menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang di berikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu. Atau lebih membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang-orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.[4]

   Sedang menurut Ahmad D. Marimba, “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama“.[5]

   Ki Hajar Dewantoro mengartikan pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu sendiri, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiyaan yang setinggi-tingginya[6]

                        Kartini kartono menjabarkan, pendidikan sejati itu merupakan upaya yang sistematis untuk pembebasan yang permanen dari macam - macam keterbelengguan (terbelenggu oleh kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, kesengsaraan, penindasan dan lain – lain) sehingga individu bisa menjadi :
a.       Pribadi yang memiliki kesadaran diri, tahu akan martabat dan penentuan tempatnya ( platsbepaling ), tahu unggah - ungguh, fungsi dan tugas kewajiban.
b.      Bertanggung jawab susila, mampu mandiri, ringkasnya menjadi manusia utuh.[7]

            Dari berbagai pengertian tentang pendidikan di atas secara sederhana penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan segala usaha sadar orang dewasa yang di berikan kepada anak didik untuk menuju kepada pendewasaan anak itu.

2. Tujuan pendidikan
            Tujuan merupakan arah atau maksud. Dalam hal pendidikan, tujuan pendidikan merupakan soal yang prinsipil dalam paedagogik.
            Langeveld, di dalam bukunya Beknopte Theoretische Paedagogik mengutarakan macam – macam tujuan pendidikan sebagai berikut[8]:
a.       Tujuan umum
      Tujuan umum juga disebut tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan bulat.tujuan umum ialah tujuan didalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik lain yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataan – kenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat – syarat dan alat – alat untuk mencapai tujuan umum itu.
b.      Tujuan tak sempurna
      Yang di maksud tujuan tak sempurna adalah tujuan – tujuan mengenai segi – segi kepribadian manusia yang tertentu yang hendak dicapai dengan pendidikan itu.
c.       Tujuan sementara
      Tujuan sementara ini merupakan tempat – tempat perhentian sementara pada jalan yang menuju ke tujuan umum. Tujuan sementara ini merupakan tingkatan – tingkatan untuk menuju kepada tujuan umum.
d.      Tujuan – tujuan perantara
      Tujuan ini bergantung pada tujuan – tujuan sementara.
e.       Tujuan insidental
      Tujuan ini hanya hanya sebagai klejadian – kejadian yang merupakan saat – saat yang terlepas pada jalan ang menuju kepada tujuan umum.
Adapun menurut John Dewey “tujuan pendidikan ialah membentuk manusia menjadi warga negara yang baik”[9].
Namun, untuk tujuan Pendidikan Nasional adalah seperti apa yang tertuang dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun1989 Bab II Pasal 4:
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian dan mandiri serta bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan”.[10]
B.     Pendidikan Agama Islam
                           “Kebutuhan pokok manusia dibagi atas dua golongan besar, yaitu:”[11]
1.      Kebutuhan fisik jasmaniah, dan
2.                              Kebutuhan mental rohaniah (psikhis dan sosial)
            Kebutuhan fisik jasmaniah merupakan kebutuhan pertama atau disebut juga kebutuhan primer yang tidak perlu dipelajari sudah fitrahnya sejak lahir. Di samping itu manusia juga memenuhi kebutuhan mental rohaniahnya. Kebutuhan mental rohaniah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk Alloh lainnya. Kebutuhan agama merupakan salah satu dari kebutuhan mental rohaniah. Kemudian agama dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan  dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap.
                        "Pendidikan islam dapat diartikan suatu studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran islam."[12]

                     Dilihat dari segi tujuan agama islam yang diturunkan Alloh kepada manusia melalui utusan-Nya (Muhammad SAW) tidak lain adalah untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Tujuan tersebut mengandung implikasi bahwa islam sebagai agama wahyu mengandung petunjuk dan peraturan yang bersifat menyeluruh, dimana sekalian alam ini akan memperoleh rahmat (bahagia sejahtera) secara menyeluruh, meliputi kehidupan duniawi dan ukhrawi, lahiriyah dan batiniyah.
            Sebagai agama yang mengadung tuntutan yang komprehensif, islam membawa sistem nilai-nilai yang dapat menjadikan pemelukannya sebagai hamba allah yang mampu menikmati hidupnya dalam situasi dan kondisi serta dalam ruang dan waktu yang receptif  (tawakal) terhadap kehendak khaliknya, kehendak khaliknya adalah seperti tercermin di dalam segala ketentuan syaria’at islam serta ‘aqidah yang mendasar situasi dan kondisi, ruang dan waktu dimana umat manusia dapat menghayati dan mengamalkan kehidupan sesuai kehendak khaliknya, meliputi aspek-aspek mental psikologis dan materiil – fisiologis. Dengan kata lain suatu kehidupan yang penuh bahagia dan sejahtera, rohaniah dan jasmaniah, di dunia dan di akhirat.
Dari segi kehidupan individual, kebahagiaan demikian baru tercapai bilamana ia dapat hidup berdasarkan keseimbangan dalam kegiatan fungsional rohaniyahnya di satu pihak serta keseimbangan dalam kegiatan fungsional anggota-angotanya jasmaniah, di lain pihak yang mewujudkan suatu pola keserasian hidup dalam arti dan masyarakat serta lingkungan secara menyeluruh dan bulat. Keseimbangan demikian, dalam istilah psikologi kepribadian disebut "homeo statika" internal dan eksternal. Suatu pola kehidupan yang ideal (yang dicita-citakan) demikian itulah yang hendak dibentuk melalui proses kependidikan yang dikehendaki islam.
Dilihat dari segi metodologis, proses kependidikan islam demikian adalah merupakan tujuan akhir yang hendak dicapai secara bertahap dalam pribadi manusia, dengan istilah lain bahwa pendidikan islam melakukan internalasi ajaran islam secara bertahap kedalam pribadi manusia yang berlangsung sesuai tingkat perkembanganya, jadi dalam hal ini kepribadian manusia tidak lain adalah keseluruhan hidup manusia lahir dan batin, yang menampakkan corak wataknya dalam amal perbuatan atau tingkah laku sehari-hari.
Dengan demikian, proses kependidikan islam bertugas pokok membentuk kepribadian islam dalam diri manusia selaku makhluk individual dan sosial. Untuk tujuan ini, proses kependidikan islam memerlukan sistem pendekatan yang secara strategis dapat dipertanggung jawabkan dari segi paedagogik.
            Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Alloh, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia manyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
            Bahwasanya manusia yang berpredikat muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran islam dan menjaga agar rahmat Alloh tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaranya yang didorong oleh iman sesuai kaidah islamiah. Untuk tujuan itulah manusia harus dididik malalui proses pendidikan islam.
            Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan islam adalah ; sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita islam, karena nilai-nilai islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa semua cabang ilmu pengetahuan yang secara materiil bukan islamis, termasuk ruang lingkup pendidikan islam juga, sekurang-kurangya menjadi bagian yang menunjang.
      Disamping itu, sebagai ajaran (doktrin), islam mengadung sistem nilai bahwa proses pendidikan islam berlangsung dan dikembangkan secara konsiten menuju tujuan. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir paedagogis muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian di jadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu.
C.     Bimbingan
1.      Pengertian bimbingan
Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris, “Guidance”. Makna bimbingan tidak sama dengan pendidikan. Tetapi bimbingan merupakan bagian dari pendidikan. Sehingga membicarakan tentang bimbingan tidak terlepas dari pendidikan.
Bimbingan dan pendidikan tidak dapat dipisahkan proses yang terutama yang berkaitan dengan upaya membantu anak didik menemukan atau memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan kemampuannya dan juga dalam mengembangkan tujuan – tujuan hidup.
Menurut Ngalim Purwanto yang dimaksud bimbingan adalah bantuan yang berikan kepada suatu individu dari setiap umur, untuk menolong dia dalam mengatur kegiatan – kegiatan hidupnya, mengembangkan pendirian/pandangan hidupnya, membuat keputusan – keputusan dan memikul beban hidupnya sendiri[13].

Secara umum, bimbingan dapat diartikan sebagai tuntunan/bantuan. Namun tidak semua bantuan merupakan bimbingan. Orang memberikan bantuan kepada anak yang jatuh untuk didirikan bukan merupakan bantuan.
Bimbingan merupakan tuntunan, mengandung suatu pengertian bahwa di dalam memberikan bantuan itu bila dalam keadaan menuntut adalah menjadi kewajiban pembimbing memberikan bimbingan secara aktif kepada yang dibimbingnya. Di samping itu pengertian bimbingan memberikan bantuan di dalam pengertian bahwa dalam menentukan arah dapatlah diserahkan kepada yang dibimbingnya.
Bimbingan itu dapat diberikan baik untuk menghindari kesulitan – kesulitan ataupun untuk mengatasi persoalan – persoalan atau kesulitan – kesulitan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya. Ini berarti bahwa bimbingan itu dapat diberikan baik untuk mencegah kesulitan itu tidak atau jangan timbul, dan juga dapat diberikan untuk mengatasi kesulitan – kesulitan yang telah menimpa individu, jadi lebih memberikan koreksi atau penyembuhan daripada sifat pencegahan. Dan di dalam memberikan bimbingan itu dengan maksud supaya individu atau sekumpulan individu – individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
2. Keteladanan orang tua

            “Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadilah proses belajar”.[14]
            Sedangkan menurut William H. Burton mengemukakan pendapatnya bahwa, “mengajar ialah upaya memberikan perangsang (stimulus) bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar mengajar”.[15]
Orang tua dalam keluarga merupakan seorang pemimpin sekaligus sebagai pendidik untuk anak - anaknya.  Iman Benadip berpendapat bahwa pendidik adalah tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan, selanjutnya ia menyebutkan bahwa “pendidik itu ialah orang tua dan orang dewasa yang bertanggung jawab tentang kedewasaan anak”.[16]
            Keteladanan orang tua dalam mendidik merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Hal ini karena orang tua adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang tindak-tanduknya dan sopan – santunnya, disadari atau tidak disadari akan ditiru anak. Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika orang tua jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama maka sianak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama.
            Begitu pula sebaliknya jika orang tua pembohong, khianat, kikir, penakut, dan hina maka anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, pengecut dan hina. Si anak, bagaimana pun sucinya fitrah, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat orang tua sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Kiranya sangat mudah bagi orang tua untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan  pengarahan tidak mengamalkanya.
            Allah SWT, juga telah megajarkan dan Dia adalah peletak metode samawi yang tiada taranya bahwa rosul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilanya, mengunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji.
Jadi dalam hal ini, bisa diambil pelajaranya bahwa orang tua harus benar-benar menjadi teladan yang baik sehingga anak akan tumbuh dan berkembang sesuai yang diharapkan oleh kedua orang tua. Namun tidak cukup bagi kedua orang tua untuk sekedar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Tetapi, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama, yaitu Rosullulah Saw, tentang akhlak yang mulia, sesuai dengan apa yang telah diteladankan oleh beliau. Dengan demikian, anak akan terbentuk dalam sifat-sifat mulia dan sempurna sesuai dengan akhlak, keberanian dan keperkasaan, sehingga jika mereka dewasa nanti tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, panutan yang tinggi selain Muhammad SAW. Selain itu kedua orang tua hendaknya menghubungkan dengan teladan para sahabat Rosullulah SAW dan orang-orang sholeh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik dan mengamalkan perintah Allah SWT.
Kedua orang tua juga harus menyediakan sekolah yang cocok, teman bermain yang baik, kelompok yang sesuai agar anak menerima pendidikan keimanan, moral, fisik, spiritual dan pendidikan mental. Tidak masuk akal jika anak berada dalam lingkungan yang baik akan menyeleweng akidahnya, rusak moralnya, terganggu jiwanya, lemah fisiknya dan terbelakang daya nalar serta budayanya. Sebaliknya ia akan sampai pada tingkatan kesempurnaan dalam kedalaman aqidah, keluhuran moral, kekuatan fisik, kematangan mental dan pengetahuan. Jadi dengan memberikan keteladanan yang baik, merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang bersama-sama membangun kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebelum mengenal lingkungan luas, keluarga merupakan pendidikan yang pertama dalam pembentukan fondasi anak bahkan sebelum anak mendapatkan pendidikan formal dan orang tuanyalah awal mula pembentukan karakter terhadap anaknya. Tidak mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orang tua juga akan dianut oleh anaknya.
Secara umum, pendidikan itu terjadi secara alamiah tanpa disadari oleh orang tua, namun pengaruh dan akibatnya sangat besar. Terutama pada tahun – tahun pertama dari kehidupan anak. Pada umur tersebut pertumbuhan kecerdasan anak masih terkait kepada panca inderanya dan belum bertumbuh pada pemikiran logis atau maknawi.
Keteladanan orang tua akan membekas pada diri anak, ketika si anak menemukan pada diri orang tua suatu teladan yang baik dalam segala hal, maka ia telah meneguk prinsip – prinsip kebaikan yang ada dalam jiwanya akan membekas berbagai etika Islam. Ketika orang tua menghendaki anak – anak mereka tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak diridloi agama, kasih sayang, maka hendaklah kedua orang tua memberikan teladan yang baik. Demikian pula sebaliknya, jika sianak melihat kedua orang tuanya memberi teladan yang buruk, maka anak akan tumbuh dalam kenakalan  dan berjalan di jalan maksiat.
D.    Prestasi Belajar
1.      Pengertian prestasi belajar
a.       Pengertian prestasi
“Prestasi adalah hasil yang telah dicapai”[17]. Yaitu hasil yang dicapai atau diperoleh dengan jalan berusaha.
b.      Pengertian belajar
Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Sehingga tanpa adanya belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Jika ditelaah dari berbagai sumber tentang pengertian belajar, maka akan dijumpai pengertian – pengertian yang berbeda tentang belajar, tergantung dari jenis jenis sumbernya dan yang merumuskan pengertian tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan karena berlainan pandangan atau titik tolak, tetapi perbedaan itu hanyalah perbedaan tekanan atau perbedaan dari segi mana melihatnya. Dengan mengetahui perbedaan itu dapatlah kiranya memberikan arti yang lebih jelas apa yang di maksudkan itu sesuai dengan tujuan hidup dan falsafah kita sendiri.
Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif[18]
                        Adapun pengertian belajar menurut H. M. Arifin:
“Belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa bahan – bahan pejaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu”.[19]

      Menurut hilgrad, “belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi dari lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan bukan keadaan sementara seseorang seperti kelelahan atau disebabkan oleh obat – obatan”.[20]

Menurut W. S. Winkel, belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai/sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.[21]

Dari berbagai  pengertian di atas, terlihat jelas bahwa sebenarnya ada titik persamaan yang dapat dipakai dalam memberikan kesimpulan tentang pengertian belajar. Maka dari itu secara sederhana dapat ditarik kesimpulan  bahwa belajar merupakan usaha yang disengaja oleh individu secara keseluruhan pribadinya dengan melalui latihan – latihan, dan dalam belajar harus ada perubahan tingkah laku. Tidak dikatakan belajar apabila dalam belajar tidak ada perubahan tingkah laku.
Atas dasar kesimpulan diatas, penulis berusaha untuk mengemukakan rumusan belajar, yaitu : belajar adalah aktivitas mental/psikis peserta didik yang disertai perubahan tingkah laku dengan melalui pengalaman – pengalaman, latihan – latihan dan interaksi dengan lingkungan untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai – nilai yang positif.
2.                              Prinsip – prinsip belajar
            Yang dimaksud dengan prinsip – prinsip belajar disini adalah hal – hal yang dapat dijadikan pegangan dalam proses belajar. Seperti halnya dalam memberikan pengertian tentang belajar, dalam mengemukakan prinsip – prinsip belajar ini masing – masing ahli mempunyai sudut pandang yang berbeda.
            Menurut Abu Ahmadi dalam bukunya Tehnik Belajar Yang Tepat mengatakan bahwa prinsip – prinsip belajar adalah :
a.       Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntunnya dalam belajar untuk mencapai harapan – harapannya.
b.      Belajar memerlukan bimbingan, baik bimbingan dari guru aatau buku pelajaran sendiri.
c.       Belajar memerlukan pemahaman atas hal – hal yang dipelajari sehingga memperoleh pengertian – pengertian.
d.      Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa – apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya.
e.       Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya.
f.       Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan.
g.      Belajar dianggap berhasil bila telah sungguh menerapkan dalam praktek sehari – hari.[22]

                       
Sedangkan menurut mursell dan Prof. Dr. S. Nasution, dalam bukunya yang berjudul “Mengajar Dengan Sukses (Succesfull Teaching)”  mengatakan bahwa prinsip – prinsip belajar adalah :
a.       Belajar selalu mulai dengan suatu problema dan berlangsung sebagai usaha untuk memecahkan masalah itu.
b.      Proses belajar selalu merupakan suatu usaha untuk memecahkan suatu masalah yang sungguh – sungguh dengan menangkap atau memahami hubungan antara bagian – bagian problem itu.
c.       Belajar itu berhasil bila disadari telah ditemukan hubungan antara unsur – unsur dalam problem sehingga diperoleh insight atau wawasan.[23]

Apabila prinsip – prinsip belajar tersebut dapat berjalan dengan baik, tentunya akan membawa dampak yang baik pula dalam aktivitas belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
3.                              Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Seseorang yang mengalami proses belajar supaya berhasil baik perlu kiranya memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Secara global, faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:[24]
a.       Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam)
b.      Faktor eksternal (factor yang berasal dari luar)
c.       Faktor pendekatan belajar (approach learning)
            Faktor yang berasal dari dalam, meliputi:
1)      Faktor – faktor fisiologis
Dalam faktor fisiologis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keadaan jasmani dan keadaan fisiologis tertentu.
2)      Faktor – faktor psikologis
      Suatu hal yang mendorong kegiatan belajar adalah:
a)      Adanya  sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
b)      Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
c)      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
d)     Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
e)      Adanya ganjaran dan hukuman.
Faktor yang berasal dari luar digolongkan menjadi:
1)      Faktor – faktor non sosial
Yang dapat digolongkan ke dalam faktor non sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah dan letaknya, keadaan cuaca, udara, waktu, alat – alat pelajaran, tempat belajar dan sebagainya.
2)      Faktor – faktor sosial
Yang dimaksud faktor sosial disini adalah manusia atau sesama manusia.
Kemudian faktor pendekatan belajar (approach learning) yaitu jenis – jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi – materi pelajaran.
Dengan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dalam prestasi belajar tersebut, akan lebih mudah bagi seorang pendidik untuk memilih metode – metode yang tepat dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar.
E.     Bimbingan  Orang Tua Dalam Prestasi Belajar Anak
Seperti halnya dalam pendidikan formal, seorang guru memberikan bimbingan kepada peserta didik dengan harapan agar peserta didik dapat mengatasi segala masalahnya dan dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan khususnya dalam lingkungan sekolah, orang tua pun juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan bimbingan kepada anak – anak mereka di lingkungan non formal. Dan juga, orang tua dalam memberikan bimbingan harus ditujukan ke arah yang bersifat preventif dan juga represif, yaitu memberikan pencegahan yang menyebabkan datangnya  masalah – masalah bagi anak – anak mereka dan memberikan penekanan agar anak – anak mereka terhidar dari masalah – masalah yang menyebabkan melemahnya semangat baik mental maupun spiritual.
Beberapa ahli memandang bahwa bimbingan itu merupakan pekerjaan mendidik yaitu mendidik yang baik (good education), sehingga orang tua dalam memberikan bimbingan yang baik tentunya akan membawa anak – anak mereka ke arah yang baik pula.
Bimbingan orang tua terhadap anak dalam prestasi belajar merupakan faktor yang  sangat berpengaruh dalam menunjang keberhasilan program pendidikan di samping merupakan tugas guru di sekolah yang sebagai pengajar ilmu – ilmu pengetahuan dan  juga bertugas sebagai pendidik dan pembimbing. Tetapi dalam memberikan bimbingan tersebut juga perlu adanya kerja sama antara guru dan orang tua peserta didik, sebab dalam lingkungan non formal, khususnya dalam lingkungan keluarga merupakan tugas dari orang tua untuk memberikan bimbingan dan juga pengarahan kepada anak – anak mereka. Sehingga hubungan harmonis antara sekolah dengan orang tua peserta didik dalam menunjang berhasilnya program pendidikan secara keseluruhan di sekolah juga sangat diperlukan.
Dalam belajar tidak terlepas dari kesulitan dalam belajar, sehingga  adanya kesulitan belajar itu mempengaruhi prestasi belajar anak, dan akhirnya mengarah pada sebuah kegagalan. Sangat penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui hal – hal yang membuat anak mengalami kesulitan belajar. Tetapi tidak hanya guru yang harus mengetahui tentang masalah belajar siswa, orang tua juga harus perlu mengetahui tentang masalah kesulitan belajar yang dialami oleh anak – anak mereka, sehingga masalah – masalah dalam kesulitan belajar dapat ditanggulangi.
Orang tua yang secara aktif ikut membantu dalam menanggulangi kesulitan belajar, seperti menjelaskan masalah – masalah yang belum jelas diterima oleh anak – anak mereka di sekolah adalah sangat bermanfaat. Tetapi orang tua dalam memberikan bimbingan setidaknya mengetahui faktor – faktor dalam kemampuan anak – anak mereka dalam belajar. Adapun ”faktor – faktor yang perlu diketahui dalam kemampuan anak dalam belajar yaitu”:[25]
1.      Apakah anak sudah cukup berusaha dan belajar dengan teratur?
2.      Apakah anak sungguh – sungguh dalam belajar?
3.      Apakah anak – anak kuat dalam disiplin belajar?
4.      Apakah anak sudah mengerti bahan yang dipelajari?
5.      Bagaimana sikap anak dalam kelas sewaktu menerima pelajaran?
            Dengan mengetahui faktor – faktor tersebut, orang tua akan mengetahui segala permasalahan yang membuat anak – anak jauh dari yang diharapkan. Sehingga orang tua sangatlah perlu memperhatikan anak – anak mereka, yaitu dengan memberikan bimbingan, pembinaan, motivasi, pengarahan, serta penekanan – penekanan khusus untuk tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Meskipun seringkali dalam kehidupan sehari – hari orang tua salah dalam bertindak disadari ataupun tidak disadari malah merugikan tujuan yang hendak dicapai dalam mendidik anak, dan akhirnya membawa anak dalam kesulitan belajar. Namun demikian, orang tua haruslah dengan kesadaran yang tinggi sedapat mungkin memberikan yang terbaik untuk anak – anak mereka menuju tujuan yang diharapkan khususnya dalam prestasi belajar.






                [1] Ngalim Purwanto,   Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 3.

[2] Ibid. hal. 11.
[3]  Madyo Ekosusilo dan R. B. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang : Effar Publishing, 1990, hal 39.

[4] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada 1999.

[5] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT. Al Ma’rifat, 1987 hal.19

[6] Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : Aksara Baru, 1985, hal 2.
[7] Kartini Kartono, Tinjauan Holistis mengenai tujuan pendidikan nasional, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1997 hal 6.

                [8] Ngalim Purwanto   Op cit., hal. 20.

[9] Ibid. hal. 24.

[10] Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam , Cet. 1, Jakarta : CV. Alva Grafikatama, 1998, hal. 30
[11] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta : CV. Ruhama, 1995, hal. 19

[12] M Arifin. Ilmu Pendidikan Agama, Jakarta : bumi aksara, 1994, hal. 6.
[13] Ngalim Purwanto dkk, Administrasi Pendidikan, Jakarta : Mutiara, 1984, hal. 126.
[14] S. Nasution, Dedaktik Azas-Azas Mengajar, Bandung : Jemars, 1984, hal. 28.

[15] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru, 1984, hal. 3

[16]  Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Ttp, 1999, hal : 81.
[17] Suharso Dan Ana Retno Ningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang : CV. Widya Karya, hal. 390.
[18] Muhibbin Syah, Op. cit. hal. 92.

[19] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Sekolah Dan Keluarga, Jakarta : Bulan Bintang, 1976, hal. 162.

[20] L. L. Pasaribu dan B. Simanjutak, Proses Belajar Mengajar, Bandung : Tarsito, 1983,
hal. 59.
[21] W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta : PT. Gramedia, 1987, hal. 36.
[22] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Dan Penyuluhan Belajar Di Sekolah, Surabaya : Usaha Nasional, 1983, hal. 85.

[23] Ibid. hal 27-28.
[24] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 132.
[25] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hal. 72.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
>